Pelangi Terakhir
Seekor bianglala tumbang usai ditebang petir. Diarak-arak badai menuju senja yang turut membusuk di antara pohon Waru. Anak-anak bertelanjang dada. Lari dari rumah. Mencarii pelangi. Di akar-akar terumbu karang, di got-got sampah, di lidah-lidah kali, di tumpukan jerami, di pintu-pintu terminal, di balik-balik jeruji, di layar-layar tv. Tak seperti biasa, matanya layu, tak lagi bercekikik riang sesediakala kemarin. Katanya, Ibu mereka tak pandai lagi nyanyikan lagu pelangi? Seekor pelangi menggelepar di depan mereka. Menggelepar-gelepar, dihajar para preman dan para tukang pukul. Warnanya berserakan. Dihujung-hujung sayat belati, di serat-serat kayu pentungan, dan di koyakan baju para kesurupan. Dimana-mana mereka temu bangkai pelangi. Bertumpuk diantara sampah kota. Para bocah menggotong seekor pelangi-sekarat menuju tiang sehelai Merah Putih yang masih setia berkibar, depan balai desa. Berdoa. Lalu memapahnya ke sebuah Pura, bersujud di telapak altar para dewa. Pelangi mal...