Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

Stola di Hujung Dermaga

Gambar
"Stola di Hujung Dermaga" Sunyi adalah hantu dan ketakutan. Kesendirian cuma cara satu-satunya menyelamatkan cinta dari luka. * Seperti biasa, tiap Sabtu penghujung minggu di awal bulan, Zora mengisi acara di kawasan pantai itu. Zora namanya. Ia seorang guru seni nan rupawan. Seorang pelatih tari dan musik. Umurnya 29 dan masih gadis. Sore itu Zora tiba di lokasi pertunjukan lebih awal. Masih jam makan siang, Zora tiba dengan mobil putihnya di samping Open Stage sebelah warung. Berbagai kelengkapan seni ia letakkan di meja samping panggung. Zora letih. Zora bersandar di kursi plastik. Ia menoleh sekeliling, dan sesekali melirik jam tangan. Wajahnya sidikit cemas. Pukul 12.30 WIB. Setengah jam setelah kedatangannya, seseorang bergegas merapat ke hadapan Zora menyodorkan tiga seruling bercorak Gorga Batak. "Maaf terlambat, Bunda. Ini seruling pesanan kita dari nada E, G dan A." Ungkap Boris merasa bersalah. "Tidak, Tak apa. Bunda juga baru sampai. Mana rekan lain...

Fenomena Dana Desa dan Momok Kemarau

T AHUN  2017 adalah kalender ketiga ma­­sa pelaksanaan kegiatan pemba­ngun­an yang dibiayai dana desa (DD) di se­penjuru nusantara. Sebuah program baru terobosan pe­me­rintah  pusat yang tergolong cukup be­rani dengan sistim yang terencana se­demikian rupa melalui berbagai per­tim­bangan pemba­hasan pengang­ga­ran­nya. Dana desa, yang dasar pelaksan­aannya mengacu kepada poin ketiga Nawa Cita sang Presiden Jokowi telah banyak mendapat tanggapan positif dari ber­bagai kalangan terutama para peng­huni desa. Sebagai salah satu misi upaya percepatan pembangunan wilayah In­donesia dengan mengedepankan peme­ra­taan   infrastruktur di desa-desa ping­gir­an agar kelak dapat mengejar kete­r­ting­galannya, dana desa diharapkan mam­pu menun­taskan berbagai keluhan yang dialami masyarakat selama ini. Dalam sepanjang proses tahapan pe­laksanaannya, kisah menarik tentang pro­gram dana desa saat ini sedang gen­car-gencarnya “ditonton” dan diteliti oleh berbagai kalangan b...

Timnas Indonesia dan segudang Mimpi Buruk

Gambar
           Timnas Indonesia dan Segudang Mimpi Buruk Dari berbagai cabang yang paling diminati, di dunia ini   sepak  bola   masih merupakan cabang utama yang tampil sebagai barometer kemajuan olah raga suatu negara. Demi bisa tetap menjaga nama besar persepakbolaannya, setiap negara berlomba-lomba membentuk federasi sepak bola nasionalnya yang tangguh dengan berbagai keseriusan baik dibidang organisasi dan pembinaan para pemainnya. Bahkan bagi berbagai negara, yang semenjak parhelatan kejuaraan sepak bola sejak awal yang namanya olimpiade, piala dunia maupun turnamen antar negara sebenua mulai digulirkan, mereka yang sering langganan kontestan hingga semifinalis telah memutuskan perkuatan sistem perekrutan pelatih, pembinaan dan pemilihan pemain Tim Nasional dan keorganisasian sepak bola mereka secara efektif, objektif dan tegas. Sebab bagi mereka Sepak Bola adalah wajah dan harga diri bangsanya. Bagi setiap negara peminat sepak bo...

Metamorfosa Langit

Metamorfosa Langit Tiada jerit di langit tiada. Di rahim begitu hening, tanpa kabut, tanpa badai atau gigil. Tanpa air mata. Sehanya cinta, damai dan gemericik ketuban sehangat dekap malaikat dan nyanyian bidadari yang menggema di ari-ari. Tiada sakit di langit. Tak pun. Sebelum pintu-pintu rahim terluka. Sebelum para bidadari mengoyak-ngoyak bajunya. Sebelum para lelaki cuma bisa termangu menonton para orok menuruni singgasana yang hanya berbungkus darah. Tiada air mata, dan duka sebelum mata terbuka. Sebelum tangisan pecah. Tiada terik di langit. Sebelum para bidadari bangkit dari luka-luka rahimnya Sebelum para bidadari dan para lelaki beranjak menyalakan waktu Menyalakan terik, menyulut purnama menggerayangi siang, dan segala malam Mengajar para bayi mengganti popok sendiri Melatih para bocah menukangi mainan sendiri, Menyuruh para anak remaja menyuci baju sendiri Memberangkatkan para muda-mudi menjelajahi dunia sendiri, mencari langitnya sendiri, Dan lalu memanggil mereka kembali,...

Rindu Offline

Rindu Offline Yang berdiri di pintu sunyi, cemas mengetok-ngetok, menggedor-gedor waktu yang membatu. Para biarawati cekikikan dari sudut bulan sabit. Pintu sunyi tak teramuk, tak hanya tentang usil nyamuk atau siksa batuk-rindu yang mulai berdarah yang hampir bernanah, nunggu kunang-kunang berpecahan entah kapan? Tiada yang kasihan pada patung yang saban malam diguyur sepi, walau menggigil pun itu, walau selalu ngigau, atau sampai guling-guling merengeki  bidadari. Sebab rindu telah lama terjual. Cukup mahal, tergadai di seberang samudera, berondok dibalik senja yang selalu jadi pihak ketiga Biar. Terserahlah pintu-pintu itu terus katub. Sampai berlumut sampai entah maksudnya mau ngalahkan para petapa? Tak apa.   Mari kita berperang. Sekenyang mungkin. Saling mengintip, dan saling mengintai di layar smartphone ini, seabadi luka. yang berkecambah di dalam paru. Aku. Dan engkau! Dermaga maya. Samosir. Agustus '20